Beranda | Artikel
Khutbah Nikah
Kamis, 28 Desember 2023

KITAB NIKAH

Khutbah Nikah.
Disunnahkan sebelum akad untuk diadakan khutbah hajah seperti apa yang telah lalu dalam khutbah jum’at, karena dia itu untuk khutbah nikah dan selainnya.

 إن الحمد لله نحمده ونستعينه … إلخ 

Sesungguhnya segala pujian hanyalah milik Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan dari-Nya… dst” kemudian dibacakan beberapa ayat yang berhubungan dengannya, kemudian setelah itu barulah dilakukan akad nikah sambil didampingi oleh dua orang saksi.

Hukum Memberi Selamat dalam Pernikahan
Dianjurkan untuk memberi selamat kepada pengantin, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abu Hurairoh Radhiyallahu anhu: bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika memberi selamat kepada seseorang beliau berkata:

«بَارَكَ الله لَكُمْ، وَبَارَكَ عَلَيْكُمْ، وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيرٍ». أخرجه أبو داود وابن ماجه.

Semoga Allah memberi berkah kepada kalian, dan melimpahkan keberkahannya terhadap kalian, serta menggabungkan kalian berdua dalam kebaikan”  (H.R Abu Dawud dan Ibnu Majah)[1].

Setelah akad nikah dibolehkan bagi seseorang untuk berkumpul dengan isterinya, menyendiri berduaan dan bercumbu dengannya; karena dia telah menjadi isterinya, yang mana semua itu diharamkan atasnya sebelum akad nikah, walaupun dia telah meminangnya.

Dibolehkan untuk melakukan akad nikah dengan seorang wanita, baik dia dalam keadaan suci ataupun sedang haidh, adapun talak (perceraian) diharamkan jika dia sedang dalam keadaan haidh dan dibolehkan dalam keadaan suci, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti insya Allah.

Syarat-syarat Nikah
1. Kejelasan kedua mempelai.
2. Keridhoan dari kedua mempelai.
3. Wali, seorang wanita tidak boleh menikah tanpa adanya wali.

Syarat seorang wali haruslah laki-laki, merdeka, baligh, berakal sehat, bijaksana, dan diharuskan orang yang sama agamanya, dan seorang sultan (pimpinan) berhak menikahkan wanita kafir yang tidak memiliki wali.

Wali: adalah ayahnya mempelai wanita, dialah yang lebih berhak untuk menikahkannya, kemudian orang yang ditunjuk olehnya dalam pernikahan, kemudian kakeknya (ayahnya ayah), kemudian putra mempelai wanita, kemudian saudaranya, kemudian pamannya, lalu setelah itu ashobah terdekat dari segi nasab, kemudian barulah sultan (pemimpin)

4. Selamatnya kedua mempelai dari larangan-larangan, yaitu dengan tidak terdapat pada keduanya atau salah satunya apa yang menghalanginya untuk melaksanakan pernikahan dari segi keturunan ataupun sebab, seperti saudara satu susu, perbedaan agama dan lainnya.

Akad nikah wajib disaksikan oleh dua orang saksi yang adil dan dewasa, jika pernikahan tersebut telah diumumkan dan disaksikan oleh dua orang saksi maka dia telah sempurna, dan jika telah diumumkan namun tanpa dua orang saksi, atau adanya saksi namun tidak diumumkan, maka nikahnya tersebut tetap sah.

Jika wali terdekat berhalangan, atau dia belum pantas untuk menjadi wali, atau dia sedang tidak ada ditempat dan tidak mungkin untuk dihadirkan kecuali dengan susah payah, maka hendaklah wali berikutnya yang menikahkan.

Nikah tanpa wali tidak sah, wajib untuk dipisahkan dihadapan hakim, atau suami tersebut langsung menceraikan isterinya, dan jika telah terjadi hubungan badan maka mempelai wanita berhak untuk mendapat mahar (emas kawin) yang sesuai, sebagai pengganti apa yang untuk menghalalkan kemaluannya.

Kafaah (kecocokan) yang dipertimbangkan antara suami dan isteri adalah agama dan kemerdekaan, namun jika seorang wali telah menikahkan seorang wanita baik dengan seorang pria fajir, atau wanita merdeka dengan seorang budak, maka nikahnya tetap sah, akan tetapi wanita tersebut diberi pilihan antara tetap melaksanakan kehidupan suami isterinya atau bercerai.

Tujuan Bersetubuh.
Bersetubuh memiliki tiga tujuan, yaitu: menjaga keturunan, mengeluarkan air yang akan membahayakan jika tetap ditahan, yang ketiga adalah menyalurkan syahwat dan kenikmatan, yang terakhir ini akan tercapai kesempurnaannya di surga.

Apa yang dilakukan suami ketika pertama kali menemui isterinya:
Disunnahkan bagi seorang laki-laki ketika menemui isterinya untuk berlemah lembut terhadapnya, lalu meletakkan tangan dikeningnya sambil menyebut nama Allah, kemudian mendo’akan keberkahan kepadanya dan mengatakan:

اللَّهُمَّ إنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبلْتهَا عَلَيْهِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبلْتهَا عَلَيْهِ. ” أخرجه أبو داود وابن ماجه

Ya Allah aku meminta kepada-Mu kebaikan wanita ini dan kebaikan yang telah Engkau karuniakan terhadapnya, dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya serta kejelekan sifat dan akhlaknya” (H.R Abu Dawud dan Ibnu Majah)[2].

Ketika melakukan hubungan badan disunnahkan untuk mengucapkan:

بِاسْمِ الله، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا، فَإنَّهُ إنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَداً” متفق عليه

Dengan nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari yang akan Engkau karuniakan kepada kami, jika keduanya dikaruniai seorang anak dalam hubungannya tersebut maka setan tidak akan bisa mengganggu untuk selamanya” Muttafaq Alaihi[3].

Dibolehkan bagi seorang suami untuk menggauli isteri pada kemaluannya dari arah mana saja, baik itu dari depan ataupun belakangnya, dan diharamkan untuk menggauli lubang duburnya.

Hukum suami isteri mandi bersama
Jika seorang suami telah menggauli isterinya dan ingin mengulanginya lagi, disunnahkan untuk berwudhu sebagaimana wudhunya ketika akan shalat, karena yang demikian itu akan lebih meningkatkan semangatnya, namun mandi lebih baik darinya. Dibolehkan pula bagi keduanya untuk mandi bersama dalam satu tempat, walaupun mereka saling melihat kepada lainnya di kamar mandi rumah mereka sendiri.

عن عائشة رضي الله عنها قالت: كان رسول الله- صلى الله عليه وسلم- يَغْتَسِلُ فِي الْقَدَحِ وَهُوَ الْفَرَقُ وَكُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَهُوَ فِي الْإِنَاءِ الْوَاحِدِ، قَالَ قُتَيْبَةُ قَالَ سُفْيَانُ وَالْفَرَقُ ثَلَاثَةُ آصُعٍ. متفق عليه

Berkata Aisyah Radhiyallahu anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dengan menggunakan sebuah bejana, yaitu firoq (sejenis ember), pada waktu itu saya mandi bersama beliau dengan satu bejana. Berkata Qutaibah: Sufyan berkata: firoq satu ukuran dengan tiga sho’. Muttafaq Alaihi[4].

Disunnahkan bagi keduanya untuk tidak tidur dalam keadaan junub, kecuali setelah berwudhu.

[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي   (Ringkasan Fiqih Islam Bab :  Nikah dan Permasalahan Terkait كتاب النكاح وتوابعه). Penulis Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri  Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
______
Footnote
[1] Hadits shohih riwayat Abu Dawud nomer (2130), dalam shohih sunan Abu Dawud nomer (1866) Riwayat Ibnu Majah nomer (1905) dan lafadz ini darinya, dalam shohih Sunan Ibnu Majah nomer: (1546)
[2] Hadits Hasan riwayat Abu Dawud nomer (2160) dan lafadz ini darinya, shohih sunan Abu Dawud nomer (1892). Riwayat Ibnu Majah nomer (2252), shohih sunan Ibnu Majah nomer (1825)
[3] Muttafaq Alaihi, riwayat Bukhori nomer (6388) lafadz ini miliknya dan Muslim nomer (1434) [3]
[4] Muttafaq Alahi, riwayat Bukhori nomer (250) dan Muslim nomer (319) dan lafadz ini darinya. [4]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/95332-khutbah-nikah.html